Sejak Zaman Khalifah Utsman bin Affan RA, Demokrasi Sudah Ada

loading...
AGENDA PESANTREN - Sebelum wafat, Amirul Mukminin Umar bin Khathab Radhiyallahu ‘Anhu membentuk tim kecil yang terdiri dari enam orang sahabat yang masih tersisa dari sepuluh sahabat yang dijamin masuk surga ditambah Abdullah bin Umar. Tim bertugas memilih salah seorang di antara mereka untuk menjadi khalifah. Batas waktu hanya tiga hari, terhitung sejak meninggalnya Umar.

Tim kecil yang terdiri dari Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Abdurrahman bin Auf, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, Sa’ad bin bin Abi Waqqash, dan Abdullah bin Umar –Radhiyallahu ‘Anhum– ini pun bersidang. Zubair memberikan suaranya kepada Ali. Sa’ad memberikan suaranya untuk Abdurrahman. Sedangkan Thalhah menyerahkan suaranya kepada Utsman. Adapun Ibnu Umar, dia tidak mempunyai hak memilih dan dipilih.


Calon khalifah mengerucut pada tiga orang; Utsman, Ali, dan Abdurrahman. Tetapi, Abdurrahman mengundurkan diri, sehingga kandidat pun tinggal Utsman dan Ali. Anggota tim sepakat menyerahkan finalisasi urusan pemilihan khalifah ini kepada Abdurrahman.

Ibnu Katsir menyebutkan dalam Al-Bidayah wan Nihayah, bahwasanya Abdurrahman menggunakan batas waktu tiga hari secara maksimal. Dia meminta masukan dari orang-orang Madinah, mana yang mereka pilih antara Utsman dan Ali. Hampir semua lapisan masyarakat ditanya; sahabat senior, para tokoh, tentara, laki-laki dan perempuan. Anak-anak yang sedang belajar di kuttab juga ikut ditanya. Bahkan, orang-orang yang baru datang ke Madinah serta orang-orang Badui juga turut diminta pendapatnya.

Tidak ada perbedaan dalam “pemilihan umum” yang dilakukan Abdurrahman. Entah itu sahabat senior, orang Badui, pendatang, laki-laki, perempuan, maupun anak-anak, semuanya sama; satu orang satu suara. Karena mayoritas mereka memilih Utsman, maka Utsman pun diangkat sebagai khalifah berdasarkan suara mayoritas.

Tidak ada seorang pun yang menentang pengangkatan ini. Juga tidak ada yang mempermasalahkan persamaan suara seorang sahabat utama dengan suara orang Badui atau antara suara pria dan wanita. Sebagaimana tidak ada perbedaan di hadapan hukum, dalam memilih pemimpin pun semua orang Islam sama; masing-masing satu suara.

Demokrasi memang bukan ajaran Islam yang kurang piknik.

Sumber: muslimoderat
loading...

0 Response to "Sejak Zaman Khalifah Utsman bin Affan RA, Demokrasi Sudah Ada"

Posting Komentar